Lavelyne Book 1
Chapter 3. Semuanya
Sempurna
by: Olief Lave
Gerbang istana Purple Hall telah di
buka. Satu persatu tamu undangan datang menggunakan kereta kuda mereka. Cuaca
pagi ini sangat cerah. Ikut mendukung pernikahan mereka. Burung-burung berkicau
sebagai musik alam.
Di lantai dua, Lavelyne berada dalam
kamarnya. Ia gugup, dari tadi memegangi kedua tangannya.
“Whufh....” Ia mengeluarkan nafas
dengan segenap tenaga.
“Yang mulia terlihat sungguh
mengagumkan. Cantik sempurna.” Puji Margharet, pelayannya.
“Benar, kau sungguh cantik,
Lavelyne.” Ucap seorang wanita yang baru masuk ke dalam kamar.
Lavelyne menoleh ke arah sumber
suara yang berasal dari belakang tubuhnya. Ia mengenali betul suara wanita itu.
“Clara ... kapan kau datang? Aku
sudah menunggumu sejak beberapa hari lalu.”
Lavelyne beranjak dari meja riasnya,
ia menggenggam kedua tangan Clara, yang merupakan sepupunya yang juga adalah
sahabat terbaik Lavelyne sejak kecil. Clara memiliki rambut ikal cokelat
panjang yang cantik berkilauan. Ia selalu mengenakan hiasan rambut yang terbuat
dari batu-batu beraneka warna berbentuk animal print. Kulitnya putih bersih,
tubuhnya langsing dan tinggi, sorot matanya sangat tajam. Clara sangat anggun,
bahkan dari cara jalannya saja ia sudah mempesona.
Kali ini ia mengenakan gaun sutra
berwarna cream yang bersulamkan motif bunga-bunga kecil, dengan perpaduan
brukat biru berlengan pendek di bagian atas sampai pinggang. Tidak lupa bros
jaguar ia sematkan di bagian dada dari gaunnya.
“Baru saja. Maaf aku baru datang
karena ayah sibuk dengan pertambangan.”
“Aku pikir kau tidak akan datang.
Kalau kau sampai tidak datang diacara pernikahanku, aku pasti tidak akan
memaafkanmu.”
“Benarkah?”
“Mungkin saja.”
“Aku percaya kalau kau tidak akan
memperlakukanku sampai seperti itu. Aku sangat mengenal mu.”
Clara membantu Lavelyne merapikan
gaunnya. Mereka berincang untuk menghilangkan ketegangan. Memanfaatkan waktu
yang ada. Sebelum acara yang sangat resmi serta mewah itu dimulai.
Dalam
hall yang berada di lantai dasar, sudah ramai dipenuhi tamu undangan dari
Inciba, Alcander, dan kerajaan-kerajaan tetangga yang mereka undang. Semua tamu
memakai pakaian rapih resmi kerajaan. Para lady mengenakan gaun berwarna-warni
nan indah.
Bunga lavender, lili, daisy, mawar
merah, dan mawar putih diletakkan dalam pot-pot kristal bening yang mewah. Yang
memperindah berbagai tempat. Mawar pink dan putih, lili serta lavender
menghiasi bagian atas hall. Seakan membingkai langit-langit hall.
Sebuah gajebo yang terbuat dari kayu
yang diletakkan di sebelah kiri tangga itu telah dipenuhi morning glory,
lavender, dan belladona. Menebarkan aroma bunga-bunga yang menenangkan.
Meja-meja tertata rapih dengan
kursi-kursi yang melingkar. Tamu undangan tampak sudah duduk di kursi yang
telah tertuliskan nama mereka di atas meja.
Seorang pria dari bagian rumah
tangga istana yang ditugaskan sebagai pembawa acara sudah berdiri di tempatnya
untuk siap memulai acara.
“Upacara penyatuan pernikahan akan
di mulai.” Ucapnya suara melengkingnya.
Terompet di bunyikan untuk menarik
perhatian semua yang berada di hall. Suasana setelahnya menjadi senyap serta hikmat.
Tidak ada yang berani mengobrol karena takut suaranya terdengar.
Raja Hilaire sudah siap berdiri di
depan gazebo. Antony memasuki ruang upacara. Didampingi oleh pamannya, Baldwin.
Mereka menunggu kedatangan Lavelyne yang akan turun dari tangga yang tepat di
depannya.
Claire masuk ke kamar untuk
menjemput putrinya. Perbincangan Lavelyne dan Clara akhirnya harus disudahi.
“Sudah saatnya....”
Ia mendekati putrinyayang telah
berdiri. Merapihkan gaun putrinya untuk yang terakhir kali, di bantu oleh Clara.
“Sudah, sangat cantik. Sekarang
saatnya menemui suamimu.” Claire tersenyum.
“Ibu....” Lavelyne memeluk sang
ibunda.
“Ssst ... tidak boleh menangis,
nanti riasan wajahmu berantakan.”
Sebulir air mata menetes di pipi.
Air mata haru serta ungkapan terimakasih kepada ibunda yang sudah dengan tulus
penuh cinta merawat serta mendidiknya. Terasa aneh mengetahui kenyataan kalau
Lavelyne akan tinggal jauh dari Claire. Seumur hidupnya, ia tidak pernah jauh
dari Claire. Tapi, kasih sayang Claire akan digantikan Antony. Ada pria yang
akan menjaga serta mencintainya. Inilah giliran Lavelyne menjadi seperti
Claire. Mencintai suami dengan segenap jiwa, mendidik dengan cinta anak-anaknya
kelak.
Lavelyne berjalan menuruni tangga.
Claire menggandeng tangannya. Sedangkan Clara berjalan tepat di belakang
Lavelyne. Memegangi bagian belakang gaun, sebagai pendamping wanita.
Lavelyne di serahkan kepada ayahnya,
Raja Hilaire. Sang ayahlah yang akan menyerahkan pengantin wanita kepada
pengantin pria yang di dampingi keluarga untuk menyambut kedatangan anggota
baru dalam keluarga.
“Ayahanda....” Lavelyne memeluk
ayahnya.
“Putriku yang cantik,” sang ayah
tersenyum penuh haru.
Mereka melepaskan pelukan singkat
antara putri dan ayah. Claire berdiri di sebelah Hilaire. Berhadapan dengan
Viona, beberapa kaki di hadapannya.
Lavelyne bersama ayahnya
bergandengan tangan, maju beberapa langkah untuk acara inti.
“Aku Raja Hilaire Aldrich dari
Inciba, menyerahkan putriku Lavelyne Hilaire Aldrich Inciba sebagai istri dari
Antony Wyatt Alcander.”
“Aku Baldwin Abelard Alcander,
menerima Putri Lavelyne Hilaire Aldrich sebagai istri dari Antony Wyatt.”
“Dengan ini ku nyaytakan kalian
resmi menjadi sepasanng suami istri.”
Antony memakaikan cincin pernikahan
ke jari manis Lavelyne, begitupun sebaliknya. Cincin pernikahan yang terbuat
dari emas murni, di hiasi batu-batu mulia. Rubi merah, Safir ungu serta berlian
sebening air.
Lavelyne 1
Keributan
terdengar dari arah depan pintu masuk. Teriakan-teriakan kesakitan serta logam
yang beradu. Cahaya matahari tertutup awan gelap, angin bertiup, seperti akan
datang badai. Segerombolan prajurit bertopeng baja, yang berjumlah ratusan,
membuka pintu masuk aula dengan kasar. Mereka menuruni tangga, menciptakan
keributan serta berhasil menarik perhatian semua yang ada di hall.
Kecemasan,
takut, bingung, serta terkejut tergambar jelas di setiap orang. Mereka semua
diam tanpa suara maupun pergerakan, tidak tau apa sebenarnya yang terjadi.
Apakah ini termasuk dalam acara upacara peresmian pernikahan.
Prajurit-prajurit
itu berbaris membentuk formasi. Dalam formasi, terdapat ruang membelah barisan
di tengah, ruang yang disiapkan untuk seseorang berjalan.
“A, apa
ini? Bukankah mereka memakai seragam Alcander? Apa mereka di bawah perintahmu?”
Tanya Lavelyne kepada Antony.
“Aku
tidak memerintahkan apapun. Mereka memang prajurit-prajurit Alcander.”
Beberapa
detik kemudian, seseorang masuk kedalam hall. Menuruni tangga serta memotong
para prajurit itu, melalui jalan yang telah disiapkan di tengah barisan.
Barulah
sosok itu diketahui setelah ia tiba di bagian paling depan dari prajuritnya.
Prajurit dari Inciba baru berkumpul membuat barisan. Membentuk formasi
perlindungan untuk semua yang ada di dalam Hall.
Pemimpin
dari prajurit-prajurit yang menerobos masuk itu adalah, Darwin. Seseorang yang
dianggap seperti saudara dalam kerajaan Alcander, ia memiliki pangkat sebagai
seorang jendral muda yang memimpin prajurit pertahanan kerajaan.
“Ada
apa ia datang dengan membawa semua pasukannya?” Tanya Antoni pada pamannya, Baldwin
Abelard.
“Aku
tidak mengetahui rencana ini.” Jawab sang paman.
“Darwin
dan pasukan Alcander. Ada apa sebenarnya?”
“Aku
tidak tahu, Ayah.”
“Mereka
pasukanmu! Bagaimana bisa sampai tidak tahu?”
“Mereka
pasukan yang hanya tunduk pada Darwin.”
“PERNIKAHAN
INI TIDAK SAH! SERAHKAN LAVELYNE PADAKU ATAU AKAN AKU LULUH LANTAKAN INCIBA!”
Ancamnya.
Di
belakang Darwin, berdiri seorang dukun yang memiliki ilmu sihir serta kemampuan
membuat berbagai macam ramuan obat maupun racun yang sangat mematikan. Usianya
sekitar lima puluh tahun, tubuhnya tegap, tinggi serta sedikit berisi, rambut
ikal panjang menyentuh bahunya. Tongkat bermata batu hitam ia pegang di tangan
kirinya. Ia adalah legenda dalam sejarah kelam dunia sihir, Lord Devile.
“Jadi
... ini semua hanya karena aku? Bukankah sudah ku jelaskan ... perasaanku
padamu tidak lebih kepada seorang kakak. Aku tidak pernah mencintaimu.”
“Tapi,
aku mencintaimu. Dan kau justru lebih memilih Antoni!”
“Aku
mencintainya....”
“Begitupun
aku mencintai Lavelyne.”
“Aku
akan membunuhmu!” Darwin mengacungkan pedangnya.
“Jadi
... ini balasan semua kebaikan kami selama ini?”
“Kebaikan
yang mana, Baldwin?”
“Kau
... kami selamatkan mu dari kebakaran di pasar. Seorang bocah tunawisma yang
kemudian menjadi anak angkat raja.”
“Itu sudah
menjadi takdirku.... Manjadi Raja Alcander.”
“Persahabatan
belasan tahun kita, berakhir seperti ini?”
“Aku
akan mengampunimu. Cukup menyerahkan Lavelyne padaku!”
“Jangan bermimpi! Lawan aku dulu!”
“Aku
tidak takut!”
Angin
berhembus melewati telinga. Sunyi, hanya detak jantung masing-masing yang terdegar.
Sedetik kemudian, suara logam beradu terdengar. Pertempuran telah dimulai.
“Hentikan!
Ini tidak harus terjadi! Aku mohon ... berhenti bertarung!”
“Paman,
bawa Lavelyne dan keluarganya pergi!”
“Ayo putri,
Raja Hilaire dan Ratu Claire, kita pergi dari sini!”
“Tidak
... aku tidak mau pergi tanpa Antoni!”
“Akupun
tidak. Lebih baik kita selamatkan tamu undangan sebanyaknya.”
“Itu
ide yang bagus.”
“Artemis!
Selamatkan Claire, Fiona dan Lavelyne dari sini!”
“Baik
yang mulia,” Artemis melirik kearah tiga wanita itu, “Mari ikut aku, yang
mulia.”
“Aku
tidak mau!”
“Lavelyne,
ayo kita pergi!”
“Tapi
... Antoni....”
“Ia
pasti akan baik-baik saja.”
Claire
dan Fiona menarik tangan Lavelyne. Artemis memimpin pasukannya menuju tempat
persembunyian yang terdapat di labirin. Yang hanya Lavelyne, Claire dan Hilaire
yang tahu jalannya.
“JANGAN
BIARKAN MEREKA PERGI!”
“Baik
yang mulia.”
“BUNUH
SEMUA ORANG, KECUALI SANG PUTRI!”
Darwin
memerintahkan pasukannya sembari berduel dengan Antoni. Tidak ada yang mau
menyerah diantara mereka.
“Kau
tidak akan aku biarkan menyakiti semua orang!”
“Aku
jauh lebih kuat dari yang kau bayangkan!”
Pertarungan
kembali terjadi. Pertarungan yang tidak akan berakhir hingga salah satu
diantara mereka tewas. Antoni menyabet lengan Darwin, dengan sigap Darwin
menghindar. Darwin justru memberikan serangan balik yang hampir menyabet kaki
Antoni.
Tentara
yang dibawa Darwin, membantai tanpa perasaan. Keributan terjadi, tamu undangan
berhamburan untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi, banyak diantara mereka yang
tewas karena kekejaman tentara Darwin. Usaha Baldwin dan Hilaire seakan tidak
banyak berguna untuk menyelamatkan sebanyak-banyaknya tamu undangan. Terutama,
tentara Inciba sendiri tidaklah setangguh tentara Darwin yang memang
benar-benar terlatih untuk melakukan pembantaian, meskipun dengan jumlah yang
tidak terlalu banyak.
Mengetahui
Lavelyne semakin menjauh dari pandangan, Darwin gusar dan mulai kehilangan
fokus. Pinggangnya terkena sabetan pedang Antoni. Tepat pada saat itu juga,
luka sabetan langsung menutup tanpa bekas. Antoni terperanjat. Sihir apa yang
sudah digunakan mantan sahabatnya itu? Tepat pada saat itu, Darwin menghilang
seketika.
“Ba ...
bagaiamana mungkin? Ia bisa menghilang....”
Lavelyne 1
No comments:
Post a Comment