Sunday, January 16, 2011

Im Here (sepucuk surat untuk yang terkasih)

Im Here.
(Sepucuk surat untuk yang terkasih)

Hey sayang...
Apa kabar mu? Udara hari ini sangat sejuk bukan? Matahari enggan bersinar terik sehingga membuat malas beraktivitas. Tentu kau sedang melepas rindu dengan orang tuamu

Tapi lihatlah!!
Keluarlah dari kamar, menuju balkon rumahmu. Dan kau akan melihat jalan yang dihiasi Angsana yang tumbuh subur, tentu bila melihat kesebelah kirimu, kau akan disajikan pemandangan lapangan hijau dan sedikit kesana lagi akan terlihat lapangan golf yang terkurung pagar besi, bambu Jepang, serta cemara yang menjulang tinggi seakan kau melihat suasana Belanda.
Yah... Jalan raya kecil yang lurus memotong di depan rumahmu seakan menjadi pemisah dengan Negri lain berarsitektur Eropa, dengan jalan-jalan perumahan lebar yang tertata rapih dengan trotoar dan lahan hijau yang ditanami Angsana, serta rumput jepang disisi jalan. sedangkan Palm, kembang kertas, kamboja serta rumput jepang yang rapih tertanam di tengah sisi hijau pemisah lajur. Itu lah perumahan Karyawan serta pejabat Pabrik terbesar yang telah lebih dari 30 tahun ada di kota kita. Hampir separuh kota kita mereka miliki. Namun sepertinya dinasti itu mulai rapuh dan hampir runtuh.

Yah, desa kita tak sesepi komunitas di seberang jalan itu, anak-anak ramai berlarian ceria. namun tentu tak seramai ketika aku kecil dulu, dimana game-game serta elektronik belum tersentuh kalangan menengah bawah. Sama seperti dirumahku, yang hanya ada elektronik sederhana sebagai hiburan, sebuah TV hitam putih 14" yang sering menjengkelkan ketika memutar untuk mencari siaran belum lagi semut-semut menyerang siaran itu dan radio yang hampir setiap hari memutarkan lagu dangdut.

Kau, tak lama berada di desa ini sayang...
Hanya 12 tahun berturut2 kau tinggal disini, tentu kau takkan mengenaliku yang masih terlalu kecil itu bukan?

Turunlah dari lantai 2 rumahmu melalui tangga sempit yang langsung menuju warung dilantai 1 rumahmu kemudian jalan lah menuju tanjakan yang ada disebelah kananmu, kau akan melihat rumah-rumah berberis rapih disebelah kananmu, sedangkan disebelah kirimu hanya ada pohon Angsana dan pos ronda. Empat rumah dari rumahmu, kau akan melihat rumah sangat besar di sebelah kananmu. Rumah bercat kuning yang mewah, diantara rumah itu kau akan melihat terowongan sempit yang hanya bisa dilalui pejalan kaki atau sebuah motor yang hanya akan bisa sampai depan rumahku karena lebih kesana lagi jalanan sempit dengan selokan yang membelahnya sehingga hanya bisa dilalui pejalan kaki.
Masuki lorong sempit itu, dan kau hitung setelah keluar dari lorong sempit itu. Rumah kedua yang berpagar tembok dengan cat putih yang sudah mulai mengelupas serta bangunan gaya tahun 90'an yang cat-cat nya sudah harus di ganti serta kusen-kusen dan pintu yang bercat hijau muda dengan jendela terlapis kaca film warna hitam. Ketuklah pintunya, dan kau hanya akan menemui aku. Satu-satunya wanita muda berjilbab yang manis dan kau akan berkata "cantik" ketika aku tersenyum.

:), temukan aku... Im here...

Popay untuk Olief

Popay untuk Olief


Oleh: Kholifah Fitrianingsih/ Olief Lave
http://m.facebook.com/olief.lave


Episode IV: Dia Menyelamatkanku

"Iya mah... Ardi masih dirumah sakit bersama Lave, mama tidak marah kan? Ardi ga ada kuliah mah. Mungkin nanti siang Ardi baru pulang, iya, nanti Ardi sampaikan," Ardi menutup teleponnya.
"Tante Ernes ya?" Tanyaku
"Iya, kata mamah baru nanti siang bisa nengok tante. Mamah titip salam juga untukmu"
"Waalaikum salam..."
"Lave, kamu ada kuliah kan hari ini?"
"Iya, aku ada ujian"
"Kamu pulang aja, siap-siap berangkat kuliah"
"tapi... Tante bagaimana, aku khawatir ketika ia siuman tak ada orang disisinya"
"Biar aku yang nungguin tante"
"Kamu ga apa-apa nungguin tante?"
"iya... Sudah sana pulang, trus siap-siap berangkat kuliah"
"Thanks ya"
Ardi hanya tersenyum padaku...
-Popay untuk Olief-

Selesai! Akhirnya selesai juga kuliah hari ini. Seperti biasa, nilai tertinggi diraih oleh sahabatku Namira. Sedangkan aku menempati posisi ke dua. Sulit rasanya untuk menyaingi Namira yang otaknya super smart itu. Namun kehidupannya tak jauh lebih beruntung dariku. Sejak bunda Namira menikah lagi dengan seorang pria kaya, Namira sering murung. Bundanya sering mendapatkan perlakuan tidak baik dari ayah tirinya yang tempramental. Pernah suatu ketika, dia menangis terisak-isak sambil memelukku di UGD sebuah rumah sakit karena bundanya terkapar dengan luka-luka memar akibat perlakuan kasar suami barunya yang telah 3 tahun dinikahi. Itu hanya sedikit kisah tentang Namira yang cantik dan smart itu.
Aku berjalan dari kampus menuju halte bus yang tak begitu jauh. Masih khawatir dengan keadaan tante, dan ingin segera berada di Rumah sakit untuk melihat keadaannya sekaligus bergantian dengan Ardi agar dia dapat pulang dan beristirahat.
Sampai halte juga, tapi bus baru saja berangkat. Semoga takkan lama untuk bus selanjutnya datang. Suasana halte sepi, hanya ada aku dan dua orang anak SMU yang membolos untuk memilih berpacaran.
"hey!! Lu cewe yang waktu itu kan?"
Seseorang berteriak dengan nada membentak sambil menunjukku, sedangkan seorang kawannya menggenggam tanggannya seakan bersiap-siap untuk berkelahi sambil tersenyum dan tertawa kecil -licik-. Mereka berdua berjalan mendekatiku.
Aku mengenali mereka, dua orang preman yang beberapa hari lalu hendak menindas seorang ibu penjual kue.
"oooh... Kalian, bajingan yang hanya berani menindas perempuan dan orang tua"
"gwe belum selesai ngasih perhitungan waktu itu!" kata preman berbadan kekar dan bertato ular yang melilit di lengan kirinya.
"dia... Sendirian" kata seorang lagi, sambil menatapku tanpa ekspresi. Hanya tatapan matanya yang tajam seakan dapat membunuh siapapun yang dilihatnya, kemudian dia tersenyum yang semakin membuatku takut. "kira-kira, apa isi tasnya?" katanya lagi.
aku langsung memegang erat tas ku mendengar kata-kata preman tanpa ekspresi itu.
"kalian bener-bener pengecut!!" kataku
"heh, lu denger ga apa kata temen gwe barusan? Serahin tas lu!!" bentak pria dengan tato ular sambil menarik hendak merebut tas ku.
Aku memegangnya erat dan tak mau melepaskannya. Kemudian ku pukul kepala preman bertato itu menggunakan fail map yang kupegang ditangan kiriku, lalu kuinjak kakinya kemudian aku berlari untuk menyelamatkan diri. Ternyata preman bertato itupun merasa kesakitan. Sedang yang seorang lagi mengejarku.
Aku terus berlari dengan sekuat tenaga tanpa arah. melewati trotoar sempit melewati para pejalan kaki, kendaraan parkir, dan pedagang kaki lima. Sedangkan orang yang melihat, hanya diam dan tak berani menolong. Aku sungguh tak menyangka mereka menaruh dendam padaku. Cape... Kakiku sudah tak kuat lagi berlari, nafasku sudah sesak.
Sampai di lorong samping rumah susun aku terjatuh karena kelelahan dan tak kuat berdiri lagi. tepat di sampingku terdapat tangga menuju lantai-lantai atas rumah susun itu. seseorang sedang duduk bersandar di tembok dengan wajah yg tertutup topi, sepertinya ia tidur.
"tolooong.... Tolong aku..." kataku lirih sambil meneteskan air mata dan terus menatap pria di tangga.
Jejak kaki berlari terdengar dari kejauhan dan semakin mendekat. Aku semakin takut.
"Allah... Ku mohon, selamatkan aku lagi kali ini"
Preman tanpa ekspresi itu sampai diujung lorong dengan nafas yang cepat. Disusul kedatangan preman bertato ular yang juga tak kalah kelelahan.
"untuk ukuran cewe, lu jago lari juga. Harusnya lu jadi atlit, bukan jadi pahlawan kesiangan"
Aku berusaha berdiri dan menunjukkan pada mereka kalau aku kuat dan tak takut.dengan berjalan perlahan menjauhi mereka, namun kali ini aku tak dapat menghindar lagi. Seperti banci mereka berdua menyudutkanku. Yang seorang merebut tasku dan yang seorang lagi mendorong tubuhku hingga terjatuh.
Kaki kiriku terkilir akibat tertindih tubuhku sendiri, karena posisi jatuh yang salah. Aku tertunduk sambil memegang kaki yang sakit.
Sementara preman bertato mengacak-acak isi tasku, preman tanpa ekspresi berlutut kemudian menatapku tajam. Aku balik menatapnya lebih tajam, namun tanpa terasa airmata mengalir kepipiku.
"kalung lu... gwe mau kalung lu!"
"engga!! Aku ga akan kasiin kalung ini. Ga untuk kalung ini!!" kataku tegas.
"berikan!!" dia berteriak didepan mukaku sambil hendak memukulku.
Aku menutup kedua mata sambil tertunduk dan memegang erat bandul kalungku. Tapi, tangan kasarnya tak juga sampai menyakitiku.
"hoammh... Lu ganggu tidur gwe aja, dan gwe paling ga suka liat banci kaya lu!"
Suara pria yang sepertinya aku kenali. Ku buka mata, dan ternyata pria yang tadi tidur di tangga telah mencegah dengan memegang tangan yang hendak memukulku. Tapi dia... Aku tak mengenalnya, namun suaranya seperti suara orang yang kukenali.
"lu kan...?" preman itu berusaha melepaskan tangannya
"iya, ini gwe...." sambil melepaskan tangan itu dan mendorongnya sehingga preman itu tersungkur dan berjalan agak menjauh. Kemudian dia mendekatiku sambil berbisik ditelingaku "tutup mata dan telinga lu!"
Aku menuruti kata-katanya, untuk menutup mata dan telingaku. Tak mengetahui apa yang sedang terjadi, hanya samar-samar suara teriakan dan suara tubuh yang beradu. Aku benar-benar ketakutan. Sama seperti perasaanku ketika peristiwa dipasar malam, saat Popay menolongku. Saat pertama kali aku mengenalnya.
-Hening- seakan waktu berhenti, dan aku terseret mundur kemasa lalu. Semua kenangan yang telah kulalui bermunculan kembali. Otakku seperti sebuah DVD yang memutarkan peristiwa-peristiwa dimasa lalu. Kenangan bersama Ayah dan bunda, Syam, tante, Ardi, hingga kejadian beberapa menit lalu.
"kau boleh membuka mata dan telingamu" sambil menurunkan tangan yang menutupi telingaku.
suara itu mengembalikanku ke masa kini, DVD itu telah dimatikan. Perlahan kubuka kedua mataku. Dua orang preman tadi telah terkapar dengan wajah yang memar-memar dengan suara kesakitan
"ini tas lu kan?"
"i... Iya,"
"isinya masih lengkap?"
"iya masih lengkap, terimakasih"
"kaki lu bagaimana? Bisa berdiri?" sambil membantuku berdiri.
"aw.... Sakit"
"coba gwe periksa kaki lu!! Duduk"
Aku duduk di atas anak tangga, kemudian dia memeriksa kakiku dan memijitnya. Sedangkan para preman itu mengendap-endap untuk segera kabur
"pelan-pelan, sakiit"
"kaki lu cuma memar. lu ada masalah apa sama mereka?"
"engga ada, cuma aku pernah menolong seorang ibu penjual kue yang mau mereka jahati"
"mereka benar-benar pengecut"
"kamu... Kenapa kamu menolongku? Bukankah kamu sedang tidur tadi?"
"mereka ganggu tidur gwe, bay the way kaki lu udah enakan?"
"iya, jauh lebih enakan... Emmm... Terimakasih"
"sekarang lebih baik lu pulang! Gwe mau lanjutin tidur di atas"
Dia langsung pergi menaiki anak tangga, kemudian aku berdiri dan memanggilnya.
"hey... Nama ku Lave, nama kamu siapa?"
"Sam... Samy"
-Popay untuk Olief-

Menuju rumah sakit menggunakan taxi. Berjalan menuju ruangan ICU dengan kaki yang sedikit pincang. Namun, ketika masuk kedalam ruangan sudah tidak ada orang. Tante dan Ardi tidak ada di dalam ruangan. Ku datangi ruangan suster untuk menanyakan nya.
"Sus, pasien yang ada diruangan ICU yang masuk tadi malam sekarang ada dimana ya?"
"pasien kasus narkoba?"
"iya, dia tanteku"
"Sudah siuman, baru saja dipindahkan ke kamar 251 di lantai 3"
"terimakasih suster"
Syukurlah tante sudah siuman. Sambil berjalan, aku terus berucap syukur. Allah telah mengirimkan seseorang tadi untuk menolongku. Mengirimkan Samy. Hah... Bodohnya aku sempat berfikir kalau Allah jahat padaku, atas jalan hidup berat yang aku jalani. Padahal, Allah masih berbaik hati karena aku masih memiliki Ardi dan tante yang walau seperti itu. Serta selalu menolongku melalui seseorang.
-Popay untuk Olief-
Dari luar ruangan ku dengar suara orang asik mengobrol. Suara Ardi, tante, dan tante Ernes. Aku langsung masuk setelah mengetuk pintu.
"Assalamualaikum..."
"wa alaikum salam..." jawab Ardi sambil melihat kedatanganku, "hay say... Baru pulang? Kaki kamu kenapa?"
"engga apa-apa, tadi ada sedikit insiden. Tapi seseorang telah menolongku"
"beneran kaki kamu ga apa-apa Lave?" tanya tante Ernes cemas.
"iya tante ga apa-apa"
Obrolan hangatpun kemudian tercipta, dengen sedikit candaan mengenai reka ulang kejadian tadi malam. Yah... Peristiwa yang sangat menegangkan itu ternyata dapat jadi lelucon setelah semuanya berlalu. Selalu ada hal yang dapat membuat kita tertawa dibalik kejadian buruk sekalipun. itulah kehidupan.
"Lave, tante akan berusaha berubah untuk lebih baik"
"Lave seneng ngedenger tante mau berubah"
"Di balik musibah pasti ada hikmah" Ardi tersenyum sambil memegang pundakku.
"dan, Imelda juga sudah semestinya berubah. Inget usia jeng, malu... Masa yang anak muda bisa jauh lebih dewasa dari kita, masa lalu yang buruk biarkan hanya sebagai pembelajaran saja" Tante Ernes berusaha menasehati dengan gurauan
"iya jeng, saya sungguh menyesal"Air mata mengalir dari wajah yang masih terlihat pucat itu.
Aku langsung memeluk tante Imelda sambil berbisik, "kita pasti bisa melalui semua ini bersama, tante"
"Lave, maafkan tante"
-Popay untuk Olief-

BERSAMBUNG.....