Tuesday, November 27, 2012


Lavelyne Book 1

Chapter 3. Semuanya Sempurna
by: Olief Lave
            Gerbang istana Purple Hall telah di buka. Satu persatu tamu undangan datang menggunakan kereta kuda mereka. Cuaca pagi ini sangat cerah. Ikut mendukung pernikahan mereka. Burung-burung berkicau sebagai musik alam.
            Di lantai dua, Lavelyne berada dalam kamarnya. Ia gugup, dari tadi memegangi kedua tangannya.
            “Whufh....” Ia mengeluarkan nafas dengan segenap tenaga.
            “Yang mulia terlihat sungguh mengagumkan. Cantik sempurna.” Puji Margharet, pelayannya.
            “Benar, kau sungguh cantik, Lavelyne.” Ucap seorang wanita yang baru masuk ke dalam kamar.
            Lavelyne menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari belakang tubuhnya. Ia mengenali betul suara wanita itu.
            “Clara ... kapan kau datang? Aku sudah menunggumu sejak beberapa hari lalu.”
            Lavelyne beranjak dari meja riasnya, ia menggenggam kedua tangan Clara, yang merupakan sepupunya yang juga adalah sahabat terbaik Lavelyne sejak kecil. Clara memiliki rambut ikal cokelat panjang yang cantik berkilauan. Ia selalu mengenakan hiasan rambut yang terbuat dari batu-batu beraneka warna berbentuk animal print. Kulitnya putih bersih, tubuhnya langsing dan tinggi, sorot matanya sangat tajam. Clara sangat anggun, bahkan dari cara jalannya saja ia sudah mempesona.
            Kali ini ia mengenakan gaun sutra berwarna cream yang bersulamkan motif bunga-bunga kecil, dengan perpaduan brukat biru berlengan pendek di bagian atas sampai pinggang. Tidak lupa bros jaguar ia sematkan di bagian dada dari gaunnya.
            “Baru saja. Maaf aku baru datang karena ayah sibuk dengan pertambangan.”
            “Aku pikir kau tidak akan datang. Kalau kau sampai tidak datang diacara pernikahanku, aku pasti tidak akan memaafkanmu.”
            “Benarkah?”
            “Mungkin saja.”
            “Aku percaya kalau kau tidak akan memperlakukanku sampai seperti itu. Aku sangat mengenal mu.”
            Clara membantu Lavelyne merapikan gaunnya. Mereka berincang untuk menghilangkan ketegangan. Memanfaatkan waktu yang ada. Sebelum acara yang sangat resmi serta mewah itu dimulai.
Dalam hall yang berada di lantai dasar, sudah ramai dipenuhi tamu undangan dari Inciba, Alcander, dan kerajaan-kerajaan tetangga yang mereka undang. Semua tamu memakai pakaian rapih resmi kerajaan. Para lady mengenakan gaun berwarna-warni nan indah.
            Bunga lavender, lili, daisy, mawar merah, dan mawar putih diletakkan dalam pot-pot kristal bening yang mewah. Yang memperindah berbagai tempat. Mawar pink dan putih, lili serta lavender menghiasi bagian atas hall. Seakan membingkai langit-langit hall.
            Sebuah gajebo yang terbuat dari kayu yang diletakkan di sebelah kiri tangga itu telah dipenuhi morning glory, lavender, dan belladona. Menebarkan aroma bunga-bunga yang menenangkan.
            Meja-meja tertata rapih dengan kursi-kursi yang melingkar. Tamu undangan tampak sudah duduk di kursi yang telah tertuliskan nama mereka di atas meja.
            Seorang pria dari bagian rumah tangga istana yang ditugaskan sebagai pembawa acara sudah berdiri di tempatnya untuk siap memulai acara.
            “Upacara penyatuan pernikahan akan di mulai.” Ucapnya suara melengkingnya.
            Terompet di bunyikan untuk menarik perhatian semua yang berada di hall. Suasana setelahnya menjadi senyap serta hikmat. Tidak ada yang berani mengobrol karena takut suaranya terdengar.
            Raja Hilaire sudah siap berdiri di depan gazebo. Antony memasuki ruang upacara. Didampingi oleh pamannya, Baldwin. Mereka menunggu kedatangan Lavelyne yang akan turun dari tangga yang tepat di depannya.
            Claire masuk ke kamar untuk menjemput putrinya. Perbincangan Lavelyne dan Clara akhirnya harus disudahi.
            “Sudah saatnya....”
            Ia mendekati putrinyayang telah berdiri. Merapihkan gaun putrinya untuk yang terakhir kali, di bantu oleh Clara.
            “Sudah, sangat cantik. Sekarang saatnya menemui suamimu.” Claire tersenyum.
            “Ibu....” Lavelyne memeluk sang ibunda.
            “Ssst ... tidak boleh menangis, nanti riasan wajahmu berantakan.”
            Sebulir air mata menetes di pipi. Air mata haru serta ungkapan terimakasih kepada ibunda yang sudah dengan tulus penuh cinta merawat serta mendidiknya. Terasa aneh mengetahui kenyataan kalau Lavelyne akan tinggal jauh dari Claire. Seumur hidupnya, ia tidak pernah jauh dari Claire. Tapi, kasih sayang Claire akan digantikan Antony. Ada pria yang akan menjaga serta mencintainya. Inilah giliran Lavelyne menjadi seperti Claire. Mencintai suami dengan segenap jiwa, mendidik dengan cinta anak-anaknya kelak.
            Lavelyne berjalan menuruni tangga. Claire menggandeng tangannya. Sedangkan Clara berjalan tepat di belakang Lavelyne. Memegangi bagian belakang gaun, sebagai pendamping wanita.
            Lavelyne di serahkan kepada ayahnya, Raja Hilaire. Sang ayahlah yang akan menyerahkan pengantin wanita kepada pengantin pria yang di dampingi keluarga untuk menyambut kedatangan anggota baru dalam keluarga.
            “Ayahanda....” Lavelyne memeluk ayahnya.
            “Putriku yang cantik,” sang ayah tersenyum penuh haru.
            Mereka melepaskan pelukan singkat antara putri dan ayah. Claire berdiri di sebelah Hilaire. Berhadapan dengan Viona, beberapa kaki di hadapannya.
            Lavelyne bersama ayahnya bergandengan tangan, maju beberapa langkah untuk acara inti.
            “Aku Raja Hilaire Aldrich dari Inciba, menyerahkan putriku Lavelyne Hilaire Aldrich Inciba sebagai istri dari Antony Wyatt Alcander.”
            “Aku Baldwin Abelard Alcander, menerima Putri Lavelyne Hilaire Aldrich sebagai istri dari Antony Wyatt.”
            “Dengan ini ku nyaytakan kalian resmi menjadi sepasanng suami istri.”
            Antony memakaikan cincin pernikahan ke jari manis Lavelyne, begitupun sebaliknya. Cincin pernikahan yang terbuat dari emas murni, di hiasi batu-batu mulia. Rubi merah, Safir ungu serta berlian sebening air.
Lavelyne 1
Keributan terdengar dari arah depan pintu masuk. Teriakan-teriakan kesakitan serta logam yang beradu. Cahaya matahari tertutup awan gelap, angin bertiup, seperti akan datang badai. Segerombolan prajurit bertopeng baja, yang berjumlah ratusan, membuka pintu masuk aula dengan kasar. Mereka menuruni tangga, menciptakan keributan serta berhasil menarik perhatian semua yang ada di hall.
Kecemasan, takut, bingung, serta terkejut tergambar jelas di setiap orang. Mereka semua diam tanpa suara maupun pergerakan, tidak tau apa sebenarnya yang terjadi. Apakah ini termasuk dalam acara upacara peresmian pernikahan.
Prajurit-prajurit itu berbaris membentuk formasi. Dalam formasi, terdapat ruang membelah barisan di tengah, ruang yang disiapkan untuk seseorang berjalan.
“A, apa ini? Bukankah mereka memakai seragam Alcander? Apa mereka di bawah perintahmu?” Tanya Lavelyne kepada Antony.
“Aku tidak memerintahkan apapun. Mereka memang prajurit-prajurit Alcander.”
Beberapa detik kemudian, seseorang masuk kedalam hall. Menuruni tangga serta memotong para prajurit itu, melalui jalan yang telah disiapkan di tengah barisan.
Barulah sosok itu diketahui setelah ia tiba di bagian paling depan dari prajuritnya. Prajurit dari Inciba baru berkumpul membuat barisan. Membentuk formasi perlindungan untuk semua yang ada di dalam Hall.
Pemimpin dari prajurit-prajurit yang menerobos masuk itu adalah, Darwin. Seseorang yang dianggap seperti saudara dalam kerajaan Alcander, ia memiliki pangkat sebagai seorang jendral muda yang memimpin prajurit pertahanan kerajaan.
“Ada apa ia datang dengan membawa semua pasukannya?” Tanya Antoni pada pamannya, Baldwin Abelard.
“Aku tidak mengetahui rencana ini.” Jawab sang paman.
“Darwin dan pasukan Alcander. Ada apa sebenarnya?”
“Aku tidak tahu, Ayah.”
“Mereka pasukanmu! Bagaimana bisa sampai tidak tahu?”
“Mereka pasukan yang hanya tunduk pada Darwin.”
“PERNIKAHAN INI TIDAK SAH! SERAHKAN LAVELYNE PADAKU ATAU AKAN AKU LULUH LANTAKAN INCIBA!” Ancamnya.
Di belakang Darwin, berdiri seorang dukun yang memiliki ilmu sihir serta kemampuan membuat berbagai macam ramuan obat maupun racun yang sangat mematikan. Usianya sekitar lima puluh tahun, tubuhnya tegap, tinggi serta sedikit berisi, rambut ikal panjang menyentuh bahunya. Tongkat bermata batu hitam ia pegang di tangan kirinya. Ia adalah legenda dalam sejarah kelam dunia sihir, Lord Devile.
“Jadi ... ini semua hanya karena aku? Bukankah sudah ku jelaskan ... perasaanku padamu tidak lebih kepada seorang kakak. Aku tidak pernah mencintaimu.”
“Tapi, aku mencintaimu. Dan kau justru lebih memilih Antoni!”
“Aku mencintainya....”
“Begitupun aku mencintai Lavelyne.”
“Aku akan membunuhmu!” Darwin mengacungkan pedangnya.
“Jadi ... ini balasan semua kebaikan kami selama ini?”
“Kebaikan yang mana, Baldwin?”
“Kau ... kami selamatkan mu dari kebakaran di pasar. Seorang bocah tunawisma yang kemudian menjadi anak angkat raja.”
“Itu sudah menjadi takdirku.... Manjadi Raja Alcander.”
“Persahabatan belasan tahun kita, berakhir seperti ini?”
“Aku akan mengampunimu. Cukup menyerahkan Lavelyne padaku!”
 “Jangan bermimpi! Lawan aku dulu!”
“Aku tidak takut!”
Angin berhembus melewati telinga. Sunyi, hanya detak jantung masing-masing yang terdegar. Sedetik kemudian, suara logam beradu terdengar. Pertempuran telah dimulai.
“Hentikan! Ini tidak harus terjadi! Aku mohon ... berhenti bertarung!”
“Paman, bawa Lavelyne dan keluarganya pergi!”
“Ayo putri, Raja Hilaire dan Ratu Claire, kita pergi dari sini!”
“Tidak ... aku tidak mau pergi tanpa Antoni!”
“Akupun tidak. Lebih baik kita selamatkan tamu undangan sebanyaknya.”
“Itu ide yang bagus.”
“Artemis! Selamatkan Claire, Fiona dan Lavelyne dari sini!”
“Baik yang mulia,” Artemis melirik kearah tiga wanita itu, “Mari ikut aku, yang mulia.”
“Aku tidak mau!”
“Lavelyne, ayo kita pergi!”
“Tapi ... Antoni....”
“Ia pasti akan baik-baik saja.”
Claire dan Fiona menarik tangan Lavelyne. Artemis memimpin pasukannya menuju tempat persembunyian yang terdapat di labirin. Yang hanya Lavelyne, Claire dan Hilaire yang tahu jalannya.
“JANGAN BIARKAN MEREKA PERGI!”
“Baik yang mulia.”
“BUNUH SEMUA ORANG, KECUALI SANG PUTRI!”
Darwin memerintahkan pasukannya sembari berduel dengan Antoni. Tidak ada yang mau menyerah diantara mereka.
“Kau tidak akan aku biarkan menyakiti semua orang!”
“Aku jauh lebih kuat dari yang kau bayangkan!”
Pertarungan kembali terjadi. Pertarungan yang tidak akan berakhir hingga salah satu diantara mereka tewas. Antoni menyabet lengan Darwin, dengan sigap Darwin menghindar. Darwin justru memberikan serangan balik yang hampir menyabet kaki Antoni.
Tentara yang dibawa Darwin, membantai tanpa perasaan. Keributan terjadi, tamu undangan berhamburan untuk menyelamatkan diri. Akan tetapi, banyak diantara mereka yang tewas karena kekejaman tentara Darwin. Usaha Baldwin dan Hilaire seakan tidak banyak berguna untuk menyelamatkan sebanyak-banyaknya tamu undangan. Terutama, tentara Inciba sendiri tidaklah setangguh tentara Darwin yang memang benar-benar terlatih untuk melakukan pembantaian, meskipun dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
Mengetahui Lavelyne semakin menjauh dari pandangan, Darwin gusar dan mulai kehilangan fokus. Pinggangnya terkena sabetan pedang Antoni. Tepat pada saat itu juga, luka sabetan langsung menutup tanpa bekas. Antoni terperanjat. Sihir apa yang sudah digunakan mantan sahabatnya itu? Tepat pada saat itu, Darwin menghilang seketika.
“Ba ... bagaiamana mungkin? Ia bisa menghilang....”
Lavelyne 1
            

No comments:

Post a Comment