Prolog
Aku telah lolos dari kematian
berkali-kali, bahkan rasa sakit bagiku tidaklah sama seperti apa yang dirasakan
orang lain. Menghadapi meja operasi bukan hal yang terlalu menakuktkan. Pastilah
karena ada dia yang menggenggam tanganku. Pria yang ku cintai.
Jika hidup yang ku jalani adalah
kepingan puzle yang kepingan-kepingannya hilang, sudah menjadi kebutuhanku untuk
menyusun kembali dan menemukan kepingan-kepingan yang hilang itu agar hidupku
tak lagi terselimuti misteri. Terutama jika aku menemukan banyak kebohongan
dalam hidupku yang ku pikir sempurna. Atau seperti itulah awalnya.
Mungkin benar apa yang dikatakan
orang, “jangan terburu-buru mengambil keputusan.” Terutama jika itu
bersangkutan dengan pernikahan. Tapi, apakah itu berlaku untuk semua orang?
Jika aku tak mencobanya, darimana aku tahu jika telah membuat kesalahan?
Apalagi jika pria itu adalah pria yang siap melakukan apapun untuk membuat
jantungku tetap berdetak.
Bukankah hasil yang diperoleh
dari keputusan setiap orang tidaklah sama?
No comments:
Post a Comment